Hukum Islam (SYARI’AH)
A.Pengertian
hukum islam syari’ah
Syariat Islam adalah
hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim.Selain
berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh
kehidupan ini.Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan
panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan
kehidupan dunia ini.
Terkait dengan susunan tertib syariat, Al Qur'an dalam surat Al Ahzab
ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan
Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam
tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit
dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan Rasul-Nya belum
menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya
itu.Pemahaman makna ini didukung oleh ayat Al Qur'an dalam Surat Al Maidah (QS
5:101) yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah
dimaafkan Allah.
Dengan demikian,
perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah SWT itu dapat
disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang
termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu'
Syara'.
Yaitu perkara yang
sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Qur'an atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok
Syari'at Islam dimana Al Qur'an itu asas pertama Syara' dan Al Hadits
itu asas kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat
umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW
hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat
dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan
umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang
terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan
keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya,
demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika
keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat yang
berlaku.
Yaitu perkara yang
tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al'quran dan Al
Hadist.Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam.Sifatnya pada dasarnya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat
menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
Perkara atau
masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
B. Shalat
Salat (Bahasa Arab: صلاة; transliterasi: Shalat), merujuk
kepada ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala
petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai figur pengejawantah perintah Allah.
Rasulullah SAW bersabda, Salatlah kalian sesuai dengan apa yang kalian
lihat aku mempraktikkannya.
A.Fardu
Ain
status hukum dari
sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh individu yang telah memenuhi
syaratnya. Dalam Islam, meninggalkan aktivitas yang hukumnya Fardu Ain akan
menyebabkan pelakunya mendapatkan dosa.
Salat lima waktu adalah salat fardhu (salat
wajib) yang dilaksanakan lima kali sehari. Hukum salat ini adalah Fardhu 'Ain, yakni wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah
menginjak usia dewasa (pubertas), kecuali berhalangan karena sebab tertentu.
Salat lima waktu
merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Allah menurunkan perintah salat ketika peristiwa Isra' Mi'raj.
Syarat wajib salat
1.
Islam
2.
Suci
dari haid atau kotoran
3.
Berakal
4.
Baligh
5.
Telah
samapai dakwah
6.
Jaga
Kelima salat lima
waktu tersebut adalah:
1. Subuh, terdiri dari 2 raka'at. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar
shaddiq, yakni cahaya putih yang melintang di ufuk timur. Waktu shubuh
berakhir ketika terbitnya Matahari.
2. Zuhur, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Zhuhur diawali jika Matahari telah tergelincir
(condong) ke arah barat, dan berakhir ketika masuk waktu Ashar.
3. Asar, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda
melebihi panjang benda itu sendiri. Khusus untuk madzab Imam Hanafi, waktu Ahsar dimulai jika panjang bayang-bayang
benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Ashar
berakhir dengan terbenamnya Matahari.
4. Magrib, terdiri dari 3 raka'at. Waktu Maghrib diawali dengan terbenamnya Matahari, dan
berakhir dengan masuknya waktu Isya.
5. Isya, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Isya' diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq)
di langit barat, dan berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq keesokan
harinya. Menurut Imam Syi'ah, Salat Isya' boleh dilakukan setelah mengerjakan Salat Maghrib.
Shalat
jumat khusus pada
hari Jumat, Muslim laki-laki wajib melaksanakan salat Jumat di masjid secara berjamaah (bersama-sama) sebagai pengganti Salat
Zhuhur.Salat Jumat tidak wajib dilakukan oleh perempuan, atau bagi mereka yang
sedang dalam perjalanan (musafir).
Berdasarkan hadis,
dari Abdullah bin Umar ra, Nabi Muhammad bersabda: Waktu salat Zhuhur
jika Matahari telah tergelincir, dan dalam keadaan bayangan dari seseorang sama
panjangnya selama belum masuk waktu Ashar. Dan waktu Ashar hingga Matahari
belum berwarna kuning (terbenam).Dan waktu salat Maghrib selama belum terbenam
mega merah.Dan waktu salat Isya hingga pertengahan malam bagian
separuhnya.Waktu salat Subuh dari terbit fajar hingga sebelum terbit Matahari.
(Shahih Muslim)
B.Fardu
Kifayah
status hukum dari
sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur. Contoh aktivitas yang
tergolong Fardu Kifayah :
a.Salat
Jenazah
jenis salat yang
dilakukan untuk jenazah muslim. Setiap muslim yang meninggal baik laki-laki maupun perempuan wajib
disalati oleh muslim yang masih hidup dengan status hukum fardhu kifayah.
Syarat
penyelenggaraan
Adapun syarat yang
harus dipenuhi dalam penyelenggaraan salat ini adalah:
- Yang melakukan salat harus memenuhi
syarat sah salat secara umum (menutup aurat,
suci dari hadas, menghadap kiblat dst)
- Jenazah/Mayit
harus sudah dimandikan dan dikafani.
- Jenazah diletakkan disebelah mereka
yang menyalati, kecuali dilakukan di atas kubur atau salat ghaib
Rukun Salat Jenazah
Salat jenazah tidak
dilakukan dengan ruku',
[sujud] maupun iqamah, melainkan dalam posisi berdiri sejak takbiratul ihram hingga salam.
Berikut adalah urutannya:
1. Berniat, niat salat ini, sebagaimana juga
salat-salat yang lain cukup diucapkan di dalam hati dan tidak perlu dilafalkan,
tidak terdapat riwayat yang menyatakan keharusan untuk melafalkan
niat. [1][2]Niat salat jenazah
> Untuk jenazah
laki-laki : " Ushalli 'alaa haadzal mayyiti arba 'a takbiiraatin
fardhu kifaayati ma'muumam/imaaman lillahi ta'aalaa, Allahu akbar "
> Untuk jenazah
perempuan : " Ushalli 'alaa haadzihil mayyiti arba 'a takbiiraatiin
fardhu kifaayati ma'muuman/imaaman lillahi ta 'aalaa, Allaahu akbar "
1. Takbiratul Ihram (takbir yang pertama)
kemudian membaca surat Al Fatihah
2. Takbir kedua kemudian membaca shalawat atas Rasulullah SAW minimal :"Allahumma Shalli
'alaa Muhammadin" artinya : "Yaa Allah berilah salawat
atas nabi Muhammad"
3. Takbir ketiga kemudian membaca do'a untuk jenazah
minimal:"Allahhummaghfir lahu warhamhu wa'aafihi wa'fu anhu" yang
artinya : "Yaa Allah ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan dan
ma'afkanlah dia".Apabila jenazah yang disalati itu perempuan, maka
bacaan Lahuu diganti dengan Lahaa. Jadi untuk jenazah
wanita bacaannya menjadi: "Allahhummaghfir laha warhamha wa'aafiha
wa'fu anha". Jika mayatnya banyak maka bacaan Lahuu diganti
dengan Lahum. Jadi untuk jenazah banyak bacaannya menjadi: "Allahhummaghfir
lahum warhamhum wa'aafihim wa'fu anhum"
4. Takbir keempat kemudian membaca do'a minimal:"Allahumma
laa tahrimnaa ajrahu walaa taftinna ba'dahu waghfirlanaa walahu."yang
artinya : "Yaa Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai
kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah
Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia."
Jika jenazahnya adalah wanita, bacaannya menjadi: "Allahumma laa
tahrimnaa ajraha walaa taftinna ba'daha waghfirlanaa walaha."
5. Mengucapkan salam
b.Shalat Ghaib
Bila terdapat
keluarga atau muslim lain yang meninggal di tempat yang jauh sehingga
jenazahnya tidak bisa dihadirkan maka dapat dilakukan salat ghaib atas jenazah
tersebut. Pelaksanaannya serupa dengan salat jenazah, perbedaan hanya pada niat
salatnya.
Niat salat ghaib :"Ushalli 'alaa mayyiti (Fulanin) al ghaaibi
arba'a takbiraatin fardlal kifaayati lillahi ta'alaa" Artinya :
"aku niat salat gaib atas mayat (fulanin) empat takbir fardu kifayah
sebagai (makmum/imam) karena Allah""
kata fulanin diganti dengan nama mayat yang disalati.
c.Shalat Sunnah Rawatib
Yang dimaksud
dengan shalat sunnah rawatib adalah shalat-shalat sunnah yang berkaitan dengan
shalat-shalat wajib, baik dilakukan sebelum atau sesudah shalat wajib. Perlu
diketahui bahwa shalat sunnah itu ada 2 macam :
1.
Sunnah
Muthlaqah (sunnah mutlak)
Yaitu
shalat sunnah yang dilakukan tanpa terkait dengan waktu, shalat wajib maupun
sebab tertentu. Shalat ini dilakukan 2 rakaat tanpa ada batas maksimal jumlah
rakaatnya.Shalat ini dapat dilakukan di siang maupun malam hari.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda
(artinya): “Shalat malam dan siang hari itu (dilakukan) 2 rakaat 2 rakaat.”
[H.R Abu Dawud dan at-Tirmidzi.Dishahihkan asy-Syaikh al-Albani].
Hanya saja shalat sunnah muthlaqah ini tidak boleh dilakukan di 3 waktu:
a.
Setelah
menunaikan shalat Subuh sampai matahari terlihat naik setinggi 1 atau 2 tombak
(kira-kira 1 atau 2 meter) dari permukaan tanah. Matahari mulai berposisi
demikian kira-kira 15 menit setelah terbitnya.
b. Ketika matahari tepat berada di tengah langit, sejenak sebelum masuk
waktu Zhuhur. Posisi matahari yang demikian ini dapat diketahui dari tidak
adanya bayangan dari sebuah benda yang berdiri tegak, bayangan lurus benda
tersebut ke arah utara atau lurus ke arah selatan.
c. Setelah matahari berwarna kekuningan sampai terbenamnya.
2.
Sunnah
Muqayyadah (sunnah yang terkait)
Yaitu shalat sunnah yang terkait dengan waktu
tertentu seperti shalat Dhuha (setelah matahari terlihat naik lebih dari 2
tombak sampai sebelum posisi matahari tepat di tengah langit) atau shalat witir
(setelah menunaikan shalat ‘Isya’ sampai sebelum masuk waktu Subuh). Termasuk
dari jenis sunnah muqayyadah ini adalah shalat sunnah yang terkait dengan sebab
tertentu seperti shalat tahiyyatul masjid saat masuk masjid –menurut pendapat
yang mengatakan sunnah-, shalat 2 rakaat setelah wudhu, shalat gerhana –menurut
yang berpendapat sunnah-, dan shalat sunnah rawatib.
a. Sholat duha
Salat Duha
adalah Salat Sunah yang dilakukan seorang muslim ketika waktu Duha. Waktu duha adalah waktu ketika Matahari mulai naik
kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu zuhur. Jumlah rakaat salat duha minimal 2 rakaat dan maksimal
12 rakaat. Dan dilakukan dalam satuan 2 rakaat sekali salam.
Manfaat
Manfaat atau faedah salat duha yang dapat diperoleh dan
dirasakan oleh orang yang melaksanakan salat duha adalah dapat melapangkann
dada dalam segala hal terutama dalam hal rizki, sebab banyak orang yang
terlibat dalam hal ini.
Hadis terkait
- "Rasulullah bersabda di dalam Hadis Qudsi,
Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas
mengerjakan empat rakaat salat duha, karena dengan salat tersebut, Aku
cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani)
- "Siapapun yang melaksanakan salat duha dengan
langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak
buih di lautan." (H.R Tirmidzi)
- "“Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid
atau tempat salatnya setelah salat shubuh karena melakukan iktikaf,
berzikir, dan melakukan dua rakaat salat dhuha disertai tidak berkata
sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun
banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud)
- "Dari Abi Zar r.a. dari Nabi SAW, beliau
bersabda, “Setiap pagi ada kewajiban untuk bersedekah untuk tiap-tiap
persendian (ruas). Tiap-tiap tasbih adalah sedekah, riap-tiap tahlil
adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, dan menganjurkan kebaikan
serta mencegah kemungkaran itu sedekah. Cukuplah menggantikan semua itu
dengan dua raka'at salat Dhuha.” (HR Muslim)
Doa salat dhuha
Dalam tulisan latin: "Allahumma innad dhuha-a dhuha-uka,
wal baha-a baha-uka, wal jamala jamaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrota qudrotuka,
wal 'ismata 'ismatuka. Allahumma in kana rizqi fis sama-i fa-anzilhu, wa in
kana fil ardhi fa akhrijhu, wa in kana mu’assaron fa yassirhu, wa in kana
haroman fathohhirhu, wa in kana ba’idan faqorribhu, bihaqqi dhuha-ika, wa
baha-ika, wa jamalika, wa quwwatika, wa qudrotika, aatini ma atayta 'ibadikas sholihin".
Artinya: "Ya Allah, bahwasannya waktu dhuha itu adalah waktuMU, dan
keagungan itu adalah keagunganMU, dan keindahan itu adalah keindahanMU, dan
kekuatan itu adalah kekuatanMU, dan perlindungan itu adalah perlindunganMU. Ya
Allah, jika rizkiku masih di atas langit, maka turunkanlah, jika masih di dalam
bumi, maka keluarkanlah, jika masih sukar, maka mudahkanlah, jika (ternyata)
haram, maka sucikanlah, jika masih jauh, maka dekatkanlah, Berkat waktu dhuha,
keagungan, keindahan, kekuatan dan kekuasaanMU, limpahkanlah kepada kami segala
yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hambaMU yang sholeh".
Surah yang paling disunahkan ketika salat dhuha yaitu:
Untuk rakaat berikutnya:
Faedah
Menunaikan Shalat Sunnah
Shalat sunnah dan
ibadah sunnah lainnya memiliki faedah besar yaitu menutupi kekurangan yang ada
pada shalat atau ibadah wajib.
·
Akan
dibuatkan syurga
·
Dijauhkan
neraka
·
Lebih
baik dari pada dunia
Hukum-hukum
Tentang Shalat Sunnah Rawatib
Beberapa hukum tentang shalat sunnah rawatib
yang perlu kita ketahui adalah :
1. Shalat sunnah
rawatib lebih utama (afdhal) untuk dikerjakan di rumah bukan di masjid.
Hal ini berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu (artinya):
“….maka hendaklah kalian menunaikan shalat di rumah-rumah kalian.
Sesungguhnya sebaik-baik shalat seseorang adalah shalat di rumahnya, kecuali
shalat wajib.” [H.R al-Bukhari dan Muslim].
2. Apabila telah
usai menunaikan shalat wajib maka jangan langsung menunaikan shalat sunnah
rawatib tanpa disela dengan zikir setelah shalat wajib, pembicaraan tertentu
atau beranjak ke tempat lain.
Disebutkan oleh seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bahwa
beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah menunaikan shalat
‘Ashr.Lalu seseorang berdiri untuk (langsung) menunaikan shalat. Ternyata Umar
melihat orang tersebut dan berkata: “Duduklah! Sesungguhnya celakanya
Ahlul Kitab itu karena tidak adanya sela di antara shalat mereka.” Maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda
(artinya): “Ibnul Khaththab telah berbuat baik.” [ash-Shahihah
2549).
3. Apabila
seseorang sedang menunaikan shalat sunnah rawatib kemudian mendengar suara
iqamah maka hendaknya dia putuskan shalat sunnahnya tersebut. Hal ini
berlandaskan hadits Abu Hurairah secara marfu’ (artinya): “Bila telah
dikumandangkan iqamah maka tidak ada shalat kecuali shalat yang dikumandangkan
iqamah untuknya.” [Al Irwa’ dan dishahihkan asy-Syaikh al-Albani].
4. Bila seseorang
dalam keadaan sebagai musafir maka dirinya dituntunkan untuk tidak melakukan
shalat sunnah rawatib. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhu yang diriwayatkan al-Imam Muslim rahimahullah.
Dikecualikan dari shalat sunnah rawatib tersebut adalah 2 rakaat sebelum shalat
Subuh. Seorang musafir tetap ditekankan untuk menunaikan 2 rakaat sebelum
Subuh.Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha yang diriwayatkan al-Imam al-Bukhari rahimahullah. Al-Imam Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata: “Diantara bimbingan beliau Shallallahu
‘alaihi Wasallam ketika safar yaitu mencukupkan dengan menunaikan shalat wajib
saja. Tidak teriwayatkan bahwa beliau menunaikan shalat sunnah baik sebelum
maupun sesudah shalat wajib. Dikecualikan dari hal ini adalah shalat witir dan
shalat sunnah sebelum Subuh.”[Zaadul Ma’ad yang dinukil dari al-Mulakhash
al-Fiqhi].
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Tidak
teriwayatkan sebuah dalil tentang ditinggalkannya shalat sunnah sepanjang yang
kami ketahui kecuali shalat sunnah rawatib Zhuhur, Maghrib, dan ‘Isya’.” [Shifatul
Hajj hal.13]
Wallahu a’lamu bish-Shawaab
Saran
penulis
ALLAH telah memberikan banyak kewajiban kepada kita
hanya semata-mata untuk memberikan yang terbaik bagi kita. Semua kewajiban itu
akan kembali kepada diri kita sendiri. Dan ALLAH tidak memberikan beban kepada
umatanya sesuai dengan kemampuanya.
Kesimpulan
Semua urusan –urusan manusia telah diatur oleh agama
dan tertulis di dalam Al-Quran dan hadist. Dan shalat adalah ujung tombak tiang
agama, karna sholat merupakan jati diri seorang muslim.
DAFTAR PUSTAKA